Autoimmune IgE Story
10:02 PMDisclaimer :
Aku bukan ahli medis. Aku hanya sharing apa yang pernah dialami mulai dari gejala hingga pengobatan yang dijalani. Jika ada kondisi atau gejala yang serupa dengan pengalamanku, sebaiknya langsung dikonsultasikan kepada dokter. Seluruh obat yang diberikan juga merupakan resep dokter.
Ini pertama kalinya aku sharing tentang kondisi kesehatan yang pernah aku alami. Puluhan direct message yang masuk menanyakan hal yang sama soal penyakit ini. Autoimun.
Kalau kata temanku yang dokter, autoimun merupakan penyakit genetik dengan persoalan yang sangat kompleks, bahkan buku-buku yang dipelajari juga sangat tebal. Setelah aku coba googling, ternyata buanyaaaak sekali jenis autoimun yang dapat menyerang manusia, mulai dari yang umum sampai yang sangat langka sekalipun, mulai dari yang ringan, bahkan sampai membahayakan.
Sebetulnya belum banyak dari kerabat dan teman-temanku yang tahu kalau aku terkena penyakit autoimun jenis imun alergi yang tinggi (Immunoglobulin E). Tapi tekadku sudah bulat untuk sharing dan ternyata banyak sekali yang gejalanya mirip dan masih belum tahu bagaimana pengobatannya. Pembahasan secara teori dan klinis tentang IgE lengkapnya bisa baca disini ya (untuk orang awam termasuk saya, pasti pusing :D)
***
2 Januari 2016
Baru saja menikmati tahun yang baru, tiba-tiba badan aku penuh dengan bentol-bentol ga jelas. Awalnya hanya bentol kecil seperti gigitan nyamuk biasa, tapi lama kelamaan koq malah makin melebar dan membesar, bahkan terasa panas. Ga cukup sampai disitu, malah bentol makin bermunculan di tempat lainnya. Panik bukan main. Dulu banget waktu kecil memang aku pernah mengalami seperti ini, tapi hanya sebentar dan dikasih balsem sudah kembali semula. Tapi bentol yang kali ini, aku merasa ga tahan. Gatel ga karuan, makin digaruk malah makin nagih. Akhirnya aku minum obat alergi Incidal sebagai first remedy.
Besoknya aku memutuskan ke rumah sakit untuk pengobatan. Aku lupa banget ke dokter siapa namanya, yang pasti dokter kulit (sebut saja DK-A). Setelah di cek, aku disarankan untuk cek darah terlebih dahulu untuk tahu aku nih alergi apa. Aku pun juga lupa waktu tahun baru makan apa, entah seafood, entah telor (ya ampun telor uda makanan aku sehari-hari dari kecil), alergi dingin, dll.
Hasil cek darah akhirnya keluar esok harinya. Ternyata pemicu alergi (seafood, telor, dll) tersebut hasilnya negatif. Tapi ada 1 komponen yang bertuliskan IgE aku skornya terlalu tinggi. Normalnya harusnya <100, tapi hasil aku 700 sekian. JAUH BANGETTTT. Akhirnya aku balik lagi ke DK-A untuk konsultasi. Dokter tersebut mengatakan tidak ada yang perlu dikhawatirkan terkait IgE ini. Aku hanya disarankan untuk stop makan makanan yang biasa jadi pemicu alergi seperti ikan, udang, kepiting, telor, tepung (yaaa ampuuunn itu makanan doyanan aku semua). Struggle banget selama 2 minggu tidak makan itu semua. Sehari-hari mungkin menu makanan aku hanya sop, sayur-sayuran, ayam, tahu, tempe.
Selama 2 minggu aku puasa makan makanan yang diharuskan pantang sama dokter, ternyata tidak mengubah keadaan. Bentol-bentol itu tetap muncul, malah makin sering, yang tadinya bisa 1 minggu sekali, malah jadi 2-3 hari sekali. Stress banget, apalagi munculnya selalu di malam hari menjelang tidur. Aku dan suami sama-sama ga bisa tidur, karena annoying banget gatelnya, badan terasa panas dan berasa 'enak' kalau digaruk, sampe aku mandi air panas malam-malam untuk meredakan gatal dan panas bentolnya. Sering mengkonsumsi Incidal pun bikin aku teler, karena efek di aku sangat mengantuk. Kerja pun jadi ga karuan, ga konsen.
Akhirnya aku second opinion ke dokter kulit lainnya (sebut saja DK-B) sambil membawa hasil cek darah awal. Aku sangat penasaran dengan IgE ini, tapi aku belum googling karena pikir mau bertanya langsung ke ahli medisnya. Ternyata beliau juga mengatakan hal yang sama, tidak perlu mengkhawatirkan IgE ini. Aku hanya disuruh pantang (lagi) makanan pemicu alergi, ditambah dengan tidak makan oatmeal. Dicoba lagi pantang makanan tersebut, tapi bentol koq makan terus menerus muncul. Yang ada durasinya malah konsisten 2 hari sekali. Makin parahnya, mata dan mulut aku juga sering bengkak. Sebelumnya aku ga pernah mengalami bengkak di mata dan mulut seperti ini. Sungguh mengganggu aktivitas banget. Kalau mata dan mulut bengkak, aku suka ijin pulang dari kantor karena berasa panas dan ga tahan untuk menggaruk. Please sewaktu lihat fotonya, jangan shock. Foto di bawah hanya sebagian kecil dokumentasi saat kambuh, dimana munculnya bisa setiap 2 hari sekali.
Third opinion, kali ini aku ke dokter internis (sebut saja DI-A). Kenapa memilih ke dokter internis? Karena biar cek juga sebetulnya ada organ apa yang lagi ga stabil. Selesai di cek ternyata ga ada yang perlu dikhawatirkan. Jadi makin bingung dan gelisah, koq ini gatelnya muncul terus. Malah bukan hanya bentol, ini ditambah mata dan bibir bengkak-bengkak! Bahkan pernah saking ga tahan sama gatel dan panasnya, aku pergi ke klinik untuk minta disuntik untuk menghilangkan gatelnya.
Beberapa bulan terus bergantung sama obat penghilang gatal (awalnya minum Incidal, setelah ngobrol sama apoteker yang bekerja di Century, dia menyarankan untuk minum Xyzal karena dosisnya lebih ringan dan tidak membuat ngantuk. Obat Xyzal ini selalu kubawa kemana-mana. Kalo bentol sudah mulai menyebar, langsung aku minum obatnya dan bentol ga lama menghilang. Terus begitu.
Agustus 2016
Alternatif pun juga sudah aku coba. Karena melihat sharing-nya Tanya Larasati soal terapi Bio Resonance, aku pun juga berpikir untuk mencobanya, setidaknya bisa terdeteksi juga sebetulnya aku alergi apa. Meluncur ke daerah Jakarta Selatan yang cukup jauh dari tempat tinggalku, kami berkonsultasi dan saat itu mulai diterangkan bagaimana mekanisme pengecekannya. Dengan cairan NaCL dan aliran elektromagnetik, bisa terdeteksi tubuh aku ini alergi apa. Ternyata aku alergi cukup banyak, ada alergi dingin, tepung, debu, tungau, telor ayam, telor bebek, telor puyuh, kepiting, bahkan asap rokok. Waduh cukup shock sih, karena ternyata banyak banget. Dokter menyarankan untuk puasa semua pemicu alergi ini selama 2 minggu, baru dicek lagi perkembangannya. Selama 2 minggu aku puasa makan gorengan, mie, telor, AC dengan suhu biasa, sedot tungau kasur dan sofa, reaksi alergi dengan bentol dahsyat malah tetap muncul dan tidak berkurang. Akhirnya aku kembali lagi untuk konsultasi dan mulai rutin melakukan terapi. Sudah 2x terapi, entah kenapa di badan aku ga ada perubahan. Bentol itu muncul lagi dan muncul lagi. Akhirnya aku stop terapi.
Sampai suatu kali aku ngobrol dengan temanku yang dokter (padahal temanku dokter mata hihihi), dia menyarankan untuk ke dokter imunologi. Wah dipikir-pikir, imunologi ini tuh apa? Aku masih blank dan ga ngerti sama sekali.
Flashback waktu melihat hasil cek darah pertama kalinya, aku kembali mencari tahu apa itu IgE. Memang sempat curiga sih, pasti ada masalah dengan skor IgE dari cek darah awal yang skornya >700 itu. Setelah dicari tahu, banyak banget artikel yang bermunculan tentang IgE ini. Orang awam seperti saya bacanya sampe berulang-ulang karena bahasanya cukup teknis dan medis. Intinya, IgE ini adalah penyakit autoimun yang mengarah ke alergi. Pemicunya bisa banyak dan darimana saja. Badan kita ini rentan terhadap banyak pemicu alergi. Tapi akar masalahnya tetap pada IgE itu sendiri. Bahkan ada yang menulis kalo penyakit ini penyakit langka. Waduh koq makin ngeri.
September 2016
Akhirnya aku mengikuti saran temanku untuk datang konsultasi ke dokter imunologi. Waktu itu aku direkomendasikan sebaiknya langsung ke Dr. Nanang Sukmana. Beliau dokter autoimun yang sudah puluhan tahun dan banyak kondisi pasien yang keadaannya jauh lebih baik setelah berobat sama Dr. Nanang. Mencoba kontek ke salah satu rumah sakit tempat Dr. Nanang praktek di daerah Kemayoran, ternyata antriannya luar biasa penuh. Jadwal konsultasi baru kosong paling cepet 1 bulan kemudian. Wow! Aku pikir koq segitu banyaknya ya yang terkena penyakit autoimun.
Akhirnya hari pemeriksaan tiba, aku deg-degan setengah mati, Takut sekali kalau ada diagnosa yang sangat serius yang selama ini ga pernah tahu. Tapi karena wajah teduhnya Dr. Nanang Sukmana, perlahan aku tarik napas dan mencoba menenangkan diri. Beliau mendengarkan keluhan yang aku alami, membaca hasil tes darah sebelumnya, dan mulai memeriksa tubuh aku.
"Ya, kalau IgE ini tinggi, memang berpengaruh dengan saluran rahim. Ada 2 kemungkinan kalau nanti hamil tapi IgE ini tidak diobati : antara keguguran sebelum 3 bulan, atau nanti ukuran anaknya kecil. Jadi baiknya IgE ini disembuhkan dulu.
Suasana langsung hening.
HENING......
Aku dan suami langsung bertatapan. Suami tahu kalau aku ini sudah mau nangis. Aku sendiri berusaha tegar dan menahan tangis, tapi sebetulnya hati ini tersayat. Berusaha untuk ga menyalahkan diri, tapi di sisi lain ada rasa ga enak sama suami. "Jadi selama ini 'kosong' 3 tahun karena IgE ini...", pikir aku.
"Oke saya kasih obat penurun IgE, terus puasa ikan laut, daging babi, durian, sama daging bebek ya." Aku manggut-manggut, meskipun ga tau bisa puasa makanan itu semua atau engga, tapi yang jelas, aku hanya ingin sembuh, apalagi sudah tahu kalau ternyata IgE yang tinggi ini berpengaruh dengan saluran ke rahim. "Saya kasih vitamin D juga ya, coba rajin jemur matahari pagi. Saya kasih surat pengantar untuk cek vitamin D-nya juga ya". Kemudian disodorkan surat pengantar untuk cek darah untuk mengetahui kandungan vitamin D di dalam tubuh aku. Setelah 1 jam kemudian menebus obat ke apotek, kami pulang ke rumah dan sudah larut malam. Aku pun tak kuasa mengeluarkan air mata di mobil setelah selesai dari RS.
Beberapa hari kemudian sudah aku lakukan cek darah, aku kembali konsultasi ke Dr. Nanang 1 bulan kemudian (ya, saking ramainya, harus appointment dari jauh-jauh hari). "Ya, kamu kekurangan vitamin D. Rajin jemur ya setiap pagi. IgE juga salah satu penyebabnya karena kurang vitamin D". Pastinya saya manut mengikuti saran Dr. Nanang. Toh juga aku senang matahari, tapi ga pernah rutin berjemur tiap hari aja.
Konsisten ga pernah skip minum obat dan rajin berjemur 15 menit setiap pagi sebelum jam 8, apakah masih muncul bentol-bentol yang mengganggu? Ternyata masih! Tapi setelah minum obat penurun IgE beberapa bulan, bentolnya muncul lebih jarang, yang tadinya 2 hari sekali menjadi seminggu 1-2x. Dr. Nanang juga sudah pesan kalau memang bentolnya muncul dan mengganggu aktivitas, gapapa diminum obat alerginya dengan dosis yang ringan. Obat Xyzal ini termasuk yang ringan. Sayangnya setelah beberapa lama aku minum obat penurun IgE, efek sampingnya justru di lambungku yang menyebabkan mudah sakit maag. Akhirnya aku mengurangi dosis obat penurun IgE atas approval Dr. Nanang.
Awal tahun 2017 (lupa di bulan apa)
Karena Dr. Nanang praktik di RS daerah Kemayoran hanya ada di hari biasa, sedangkan aku tepar banget kalau pulang kerja kemudian kontrol sampai larut malam, akhirnya aku ke RS lain dimana Dr. Nanang praktik di hari Sabtu. Lalu aku pindah ke RS Antam di daerah Pulogadung. Memang lebih jauh, tapi setidaknya lebih fleksibel di hari Sabtu. Tetap nurut dengan pesan Dr. Nanang untuk puasa mengkonsumsi makanan tertentu dan rutin minum obat, lama kelamaan bentolnya jadi jarang muncul. Asumsi aku mungkin skor IgE sudah kembali normal. Setelah konsultasi lagi, Dr. Nanang merujuk aku untuk kembali melakukan cek darah. Hasilnya? Turun jauh menjadi 200! Wah senang bukan main. Ada perasaan lega dan plong. Kembali datang ke Dr. Nanang dan memberikan hasil IgE yang update. Tapi Dr. Nanang menyarankan untuk tetap menjaga pola makan, menghindari stres, dan rajin berjemur, karena ada kemungkinan IgE bisa kembali naik karena tergantung pola hidup kita. Sayangnya saat menyerahkan hasil cek darah update, dokumen asli aku serahkan ke Dr. Nanang, jadi ga punya dokumentasinya. "Obat penurun IgE tetap diminum ya, tapi ga perlu setiap hari. Ini saya kasih tablet untuk bantu membuka pembuluh darah. Diminum setiap hari ya"
Setelah beberapa bulan, aku ga pernah datang untuk konsultasi lagi karena sudah ga pernah muncul bentol-bentol lagi. Lega banget, aktivitas juga kembali normal dan tidur pun kembali nyenyak. Aku juga sudah stop minum penurun IgE karena merasa memang sudah ga kenapa-kenapa dan skor IgE sudah menurun. Tapi aku tetap mengkonsumsi vitamin E yang diberikan karena skornya memang sangat jauh dari normal dan juga obat 'pembuka' pembuluh darah.
Mei 2017
Sibuk dengan urusan pindahan rumah plus ada trip dari kantor, aku merasa badan aku ga enak, cepet lemes dan pusing. Aku memang sudah 1 minggu telat menstruasi. Sampai akhirnya, aku mau pingsan saat perjalanan pulang ke rumah. Makan rendang pun ga nafsu, padahal biasanya bisa nambah nasi 2 porsi. Memang sudah feeling pada saat sudah telat menstruasi, dan aku sudah siapkan testpack jika sewaktu-waktu diperlukan. Hampir pingsan dan ga doyan rendang ini yang jadi 'kode' kalau aku perlu cek. Besok pagi saat bangun tidur, aku langsung cek dengan testpack yang aku beli.
Tanganku bergetar ketika melihat hasilnya ada 2 garis merah:
POSITIF...!!!
Ya, akhirnya aku positif hamil. Bisa kebayang kan reaksi aku dan suami gimana setelah melewati masa-masa penyembuhan autoimun ini. Terharu, senang, deg-degan, nangis.
Tapi aku ga mau terlalu girang. Mengingat pesan Dr. Nanang jika IgE-nya tinggi, ada 2 kemungkinan, salah satunya bisa mengalami keguguran sebelum 3 bulan, aku terus berdoa untuk minta kekuatan si janin supaya bertumbuh dengan kuat dan sehat. Setelah 3 bulan lewat dan kondisi janin baik, aku beneran lega.
Pernah aku melakukan upload testpack positif dan mention soal autoimun, aku banjir direct message di Instagram. Ternyata, banyak sekali kejadian serupa yang dialami orang lain. Ada yang sudah pernah mengalami keguguran dan baru tahu kalau ada autoimun, ada yang juga sedang dalam pengobatan dengan Dr. Nanang juga, ada yang gejalanya mirip-mirip tapi berbeda jenis autoimun, banyak sekali. Dan mereka meminta aku untuk sharing.
Sampai detik ini di umur anak aku 13 bulan, aku masih amazed sama perjalanan pengobatan autoimun IgE ini. Sudah banyak merepotkan orang, terutama suami yang sering kurang tidur karena aku kesakitan dan mengantar ke dokter hingga pulang larut malam, padahal kerjaan juga menumpuk. Belum lagi banyak aktivitas yang terganggu dan takut banget berpengaruh sama performance, tapi beruntungnya atasan aku mengerti kondisi kesehatan aku. Seharusnya sekarang ini aku perlu cek kembali IgE-nya, tapi karena kendala RS yang sangat jauh dari rumahku sekarang, aku lebih memilih pola hidup yang baik, olahraga dan tetap rajin berjemur matahari. Semoga ga ada kambuh-kambuh lagi deh >.<
Semoga sharing ini bermanfaat ya. Tapi perlu diingat, jika ada gejala yang memang mirip sama aku, sebaiknya langsung konsultasikan ke ahlinya, karena gejala mirip belum tentu sama penyakitnya. Semoga juga yang sekarang sedang berjuang melawan autoimun, bisa segera sembuh dan kembali normal ya. Amin!
Stay healthy, stay happy <3
Thank you for reading.
Xoxo,
1 comments
Hallo kak
ReplyDeleteMasih ingat g kak obat untuk nurunin igE nya itu apa kak?
Soalnya saya juga berobat ke beliau, sudah minum obat
Namun g disuruh untuk cek ulang igE nya
Apa saya cek ulang aja ya hehehe
Tolong dijawab ya kak, terimakasih kak